Senin, 23 Mei 2011

rakyatmerdeka : Akuisisi Indosiar, Pemerintah Membiarkan UU Dilanggar

RMOL. Pemerintah dianggap sengaja membiarkan terjadinya pelanggaraan atas undang-undang (UU) terkait rencana akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK),  yang juga pemilik stasiun televisi SCTV.

Pembiaran itu  terlihat dengan tidak mendasarkan rencana akuisisi itu pada UU 32/ 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah (PP) 50/2005 tentang Peraturan Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta. Ironisnya,  malah menggunakan UU lain yaitu UU tentang Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), yang tidak ada kaitannya dengan akuisisi itu.

“Apa yang dilakukan pemerintah terlihat bahwa lebih memihak ke pengusaha ketimbang menghormati Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang punya wewenang soal itu. Sikap itu mencerminkan pemerintah membiarkan terjadinya pelanggaran atas kasus itu. Itu berbahaya," kata anggota Komisi I DPR Effendy Choirie di Jakarta,  Senin (23/5).
Sekadar diketahui, KPI telah mengeluarkan pandangan hukum atau legal opinion bahwa rencana akuisisi itu melanggar UU Penyiaran. Alasannya, dengan mengambil alih Indosiar, PT EMTK nantinya memiliki tiga frekuensi sekaligus di Provinsi DKI Jakarta, yakni SCTV, O Channel, dan Indosiar. Sekarang saja, PT EMTK sudah melanggar UU Penyiaran, karena memiliki dua frekuensi di Provinsi DKI Jakarta, yakni SCTV dan O Channel.

Sementara, pemerintah melalui Menkominfo  Tifatul Sembiring, baru-baru ini mengatakan, pihaknya akan menggunakan prosedur UU dalam akuisisi atau merger PT Indosiar Karya Media Tbk (Indosiar) dan SCTV yang dilakukan PT EMTK. Menurut Tifatul, pihaknya tetap mengacu pada UU 32/2002 tentang Penyiaran.  Pasalnya, dalam UU itu disebutkan hanya mengizinkan satu stasiun televisi di setiap provinsi untuk satu perusahaan.

Namun, Tifatul memberi saran kepada PT EMTK dan Indosiar untuk berkonsultasi ke KPPU dan Bapepam LK agar tidak terjadi pemusatan kepemilikan dan monopoli. Saran ini dinilai sebagai sikap pemerintah yang tidak tegas melaksanakan UU.

Effendy Choirie menilai sikap pemerintah yang tidak tegas ini justru  membunuh roh UU Penyiaran, yang lahir dari rahim reformasi dan semangat demokratis pasca tumbangnya Orde Baru.  Dia menegaskan,  UU Penyiaran menjadi diversity of ownership (keberagaman kepemilikan) dan diversity of content (keberagaman konten), dan membatasi kepemilikan frekuensi sebagaimana diatur dengan jelas pada PP 50 yang ditandatangani sendiri oleh Presiden SBY.

Dalam PP tersebut, tegasnya  disebutkan sebuah holding (perusahaan induk) hanya boleh memiliki satu frekuensi di sebuah provinsi atau setidaknya dua frekuensi di 2 provinsi berbeda. Artinya, EMTK yang sudah memiliki SCTV dan O Channel di satu provinsi kembali melanggar UU untuk kedua kalinya.

“Kami minta pemerintah supaya menghormati UU yang ada. Jangan terus-terusan mengutak-atik UU lain yang sesungguhnya tidak relevan. Hormatilah KPI sebagai lembaga independen," tegasnya.

http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=27969

Tidak ada komentar:

Posting Komentar