Amir Syamsuddin dan Bambang Widjojanto mewakili 9 orang pimpinan, karyawan dan staf pengajar Usakti yang menjadi ‘para pihak’ dalam perkara Universitas Trisakti.
“Saya dan Pak Bambang Widjojanto terpanggil menangani perkara ini gara-gara ada putusan hakim yang keliru. Padahal, negara yang paling layak menguasai Usakti dan asetnya. Bukan yayasan swasta milik segelintir orang seperti putusan hakim,’’ tegas Amir Syamsuddin kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
“Kami berdua bukan membela kepentingan pribadi-pribadi. Tidak ada urusannya dengan rektor. Siapapun yang menjadi rektor tidak masalah. Tapi aset negara sudah seharusnya dikembalikan ke negara,” tambah pengacara senior ini.
Berikut kutipan selengkapnya:
Kenapa Anda bilang begitu?
Usakti itu lahir saat situasi negara dalam keadaan darurat. Awalnya, bernama Res Publica atau Ureca yang bernaung di bawah Yayasan Badan Permusyawaratan Kewarganegaan Indonesia (Baperki) yang berafiliasi ke komunis.Brigjen TNI Syarif Thayeb, Menteri Perguruan Tinggi Dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) sesuai Keputusan Menteri Nomor 01/dar/tahun 1965 tanggal 11 Oktober 1965 tentang penutupan sementara perguruan tinggi (swasta) yang langsung atau tidak langsung membantu gerakan petualangan atau kontra revolusioner G30S PKI. Keputusan itu menyatakan, ada 24 perguruan tinggi swasta, termasuk Universitas Res Publica Jakarta, ditutup untuk sementara waktu.
Kemudian, Menteri PTIP berdasarkan surat Keputusan Menteri Nomor 09/dar/tahun 1965, 18 Oktober 1965 jo nomor 12/dar/tahun 1965 membentuk tim persiapan pembukaan kembali Universitas Res Publica yang diperbaiki oleh Keputusan Menteri Nomor 012/dar/Tahun 1965 Tanggal 13 November 1965.
Dalam Keputusan Menteri Nomor 13/dar/tahun 1965, tanggal 15 November 1965, Menteri PTIP mengganti nama Universitas Res Publica menjadi Universitas Trisakti dan pembentukan presidium sementara yang membawahi Univeritas Trisakti. Lalu, pada 19 November 1965 Universitas Res Publica dibuka kembali dan bernaung dengan nama Universitas Trisakti.
Di sini jelas terlihat, bahwa universitas itu diambil alih negara, sehingga negara yang pantas menguasainya kembali. Bukan yayasan. Sebab, yayasan tidak mendirikan universitas ini.
Lalu peran yayasan Trisakti di mana?
Disitulah ganjilnya. Biasanya kan yayasan itu mendirikan universitas. Tapi Usakti ini kan jelas bukan yayasan yang mendirikan.Yayasan Trisakti itu didirikan satu tahun setelah pembukaan universitas tersebut. Ini berarti yayasan sama sekali nggak ada hubunganya dengan aset dan kekayaan universitas.
Pembentukan yayasan itu, didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Yoesoef, Nomor 0281/u/1979 Tanggal 31 Desember 1979 tentang Penyerahan Pembinaan dan Pengelolaan Universitas Trisakti dengan beberapa syarat tertentu. Namun, syarat-syarat itu ternyata gagal dilaksanakan.
Apa yang gagal itu?
Di antaranya, membentuk panitia penyerahan pembinaan dan pengelolaan. Kesimpulan telah gagal dilaksanakan didasarkan atas kesaksian Prof Soekisno Hadikoemoro, ketua merangkap anggota dari tim tersebut. Soekisno menyatakan, “dalam melaksanakan tugas dan kepanitian tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga dilampaui batas waktu yang ditetapkan 1 tahun terhitung mulai berlakunya keputusan tersebut atau tanggal 31 Desember 1980.Melihat hal itu, Usakti dan aset serta seluruh infrastrukturnya adalah milik negara. Jadi, sudah selayaknya dikembalikan kepada negara. Harusnya, Usakti itu sama dengan Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. Bedanya, dia didirikan dalam keadaan darurat, sehingga prosesnya berbeda. Menurut saya, publik pun akan mendukung pengembalian aset dan kebebasan kampus itu kepada negara. Sebab, yayasan tersebut sama sekali tidak berhubungan dan berkaitan dengan negara.
Apa KY bisa berbuat sesuatu?
Ya, seharusnya bisa dong. Sebab, kami prihatin dengan putusan dan prilaku hakim. Berdasarkan surat keputusan yang ditandatangani Ketua PN Jakarta Barat, Lexy Mamoto, tanggal 20 April 2011, pihak pengadilan meminta dan melibatkan TNI dalam melakukan eksekusi di Universitas Trisakti.Tindakan itu merupakan perbuatan yang tidak bertanggung jawab dan tidak profesional dalam mengeksekusi. Apalagi, perkara ini belum berkekuatan hukum tetap. Kami kan masih melakukan Peninjauan Kembali (PK).
Makanya, kami minta KY untuk memeriksa para pihak yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dan prilaku hakim.
Bisa disebutkan bagaimana bunyi putusan pengadilan yang menyatakan adanya pengerahan aparat untuk rencana eksekusi tersebut?
Putusan tersebut berbunyi, menghukum Para Tergugat atau siapapun tanpa kecuali yang telah mendapat hak dan kewenangan dengan cara apapun juga dari Para Tergugat dengan memerintahkan secara paksa dengan menggunakan alat negara, tidak memperbolehkan masuk ke dalam semua kampus Trisakti, dan atau tempat lain yang fungsinya sama atas alasan apapun dan dilarang melakukan kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi dan manajemennya untuk semua jenjang dan jenis program baik di dalam maupun diluar kampus A Universitas Trisakti Jalan Kyai Tapa No.1 Grogol Jakarta Barat sepanjang memakai baik secara langsung maupun tidak langsung nama Universitas Trisakti.Dalam putusan itu, memang tidak ada bunyi pengerahan aparat militer.
Namun, bahwa pada tanggal 20 April, PN Jakarta Barat mengeluarkan surat undangan kepada Komandan Gartap I Ibu Kota Jakarta Raya Up Asops, Komandan Kodim 0503 Jakarta Barat, Komandan Sub-Gar Jakarta Barat, dan Komandan Koramil Grogol Petamburan, Jakarta Barat dalam rangka rapat koordinasi untuk pelaksanaan putusan kasus Trisakti.
Apa ada urgensinya mengadu ke Komnas HAM?
Tentu ada. Kami mempersoalkan bunyi amar putusan kasasi yang intinya melarang para tergugat (sembilan pimpinan) atau siapapun tanpa kecuali yang telah dapat hak dan wewenang dari para tergugat untuk masuk Kampus A Trisakti Grogol Jakarta Barat.Putusan itu implikasinya sangat luas, tidak hanya sembilan orang itu, tapi semua dosen dan mahasiswa dapat dikualifikasikan sebagai ‘siapapun tanpa kecuali’ yang tidak boleh masuk ke kampus. Putusan itu, menurut kami, bisa dipersoalkan karena melanggar UU Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang Guru dan Dosen yang seharusnya mendapat perlindungan.
Saat ini, tim kuasa hukum tengah mengajukan PK, apakah Anda optimistis menang?
Tentu saja. Makanya, kami meminta eksekusi terhadap universitas itu ditunda hingga adanya putusan tersebut. Soalnya, persoalan ini bukan sekadar perseteruan antara universitas dan pengelola yayasan, tapi berkaitan juga dengan aset negara.http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=26414
Tidak ada komentar:
Posting Komentar