Jumat, 06 Mei 2011

vivanews - Pendanaan Al-Qaeda Pasca Osama

VIVAnews - Sepuluh tahun terakhir, energi pemerintah Amerika Serikat (AS) terkuras untuk memburu Osama bin Laden. Pemimpin jaringan Al-Qaeda itu menjadi buronan nomor satu AS karena dituding sebagai dalang aksi teror di menara kembar World Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001.

Awal pekan ini, Osama bin Laden dinyatakan tewas di Pakistan. Kepastian kematian pria berusia 54 tahun itu disampaikan langsung Presiden AS Barack Obama. Osama tewas dalam sebuah operasi intelijen gabungan antara AS dan Pakistan.

Kematian Osama meninggalkan pekerjaan besar bagi pengikutnya. Jaringan Al-Qaeda yang dibangunnya terancam kesulitan pendanaan.

Selama ini, mayoritas pembiayaan untuk Al-Qaeda, pada tahun 1990-an dan 2000-an, berasal dari kekayaan pribadi Osama bin Laden yang diperkirakan sekitar US$300 juta. Sumber lainnya berasal perdagangan heroin dan sumbangan-sumbangan.

Sejak lama, negara-negara Barat telah berusaha melacak aliran dana untuk Al-Qaeda itu. Bahkan, mereka berupaya menutup akses dana untuk organisasi yang disebutnya sebagai jaringan teroris internasional itu.

Menurut laman dailyfinance.com, salah satu tokoh berpengaruh dalam aksi penggalangan dana untuk Al-Qaeda adalah Abd al Hamid al Mujil. Sebagai direktur eksekutif dari International Islamic Relief Organization (IIRO), Mujil berkeliling dunia. Dia mengumpulkan sumbangan untuk berbagai kelompok Islam, salah satunya adalah Al-Qaeda.

Namun, sejak 2006, Departemen Keuangan AS dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah meminta dia menghentikan penggalangan dana bagi jaringan terorisme internasional. Dua lembaga itu juga melarang perusahaan-perusahaan di AS dan negara-negara anggota PBB bekerja sama dengan Mujil.

Dalam prosesnya, dua lembaga itu mengklaim telah memotong aliran keuangan besar untuk kelompok teroris.

Kenyataannya, seperti dikutip dari Forbes, donasi dan sumbangan dari berbagai kalangan yang ingin menyokong aktivitas teroris masih saja berlangsung. Bahkan, tidak ada satu pun negara yang mencoba mencegah aksi penyaluran dana teroris yang dilakukan secara tunai itu.

David Cohan, pejabat yang telah dinominasikan sebagai Asisten Menteri Keuangan AS di bidang terorisme dan kejahatan keuangan, dalam rapat dengar pendapat dengan Komite Senat AS baru-baru ini mengatakan, "Pemerintah tidak fokus pada pencegahan pembiayaan teroris yang terjadi di negara-negara lain."

Laporan dari Komisi 11 September juga menyimpulkan bahwa Al-Qaeda memiliki banyak jalan pembiayaan. Dengan mudah, mereka menemukan sumber pendanaan baru, terutama terkait biaya operasi jaringan yang hanya mencapai US$400 ribu hingga US$500 ribu. Komisi itu menyebutkan dukungan keuangan Al-Qaeda tidak datang dari harta Osama bin Laden secara pribadi.

Central Intelligence Agency (CIA) bahkan memperkirakan biaya operasional Al-Qaeda sebelum terjadinya serangan 11 September 2001 sekitar US$30 juta per tahun atau setara Rp270 miliar. "Dan uang ini hampir seluruhnya melalui sumbangan," tulis laporan itu seperti dikutip dari Associated Press.

Pejabat AS pun menemukan informasi pada awal 2000 bahwa pada 1970-1994, Osama bin Laden menerima US$1 juta per tahun.

Dana Kedodoran?Kematian Osama dalam jangka pendek sepertinya akan menjadi kesempatan untuk penggalangan dana bagi kelompok teror yang secara tradisional memang bergantung pada sumbangan. Bahkan, kondisi itu diperkirakan meningkatkan upaya Al-Qaeda dalam penggalangan dana dalam beberapa pekan mendatang.

Namun, dalam jangka panjang, ketidakhadiran Osama akan menyulitkan Al-Qaeda untuk membiayai kegiatan operasional mereka. "Biasanya para penyumbang dana ini akan menyerahkan dananya ke lingkaran inti Al-Qaeda, dan lingkaran ini akan menggunakan dana itu," kata Matthew Levitt, yang bekerja di Departemen Keuangan AS bidang terorisme dan unit intelijen keuangan seperti dikutip dari Forbes.

Levitt memperkirakan, saat ini, para penyumbang dana ini hanya bisa berhubungan dengan pihak yang lokasinya mungkin tidak jauh dari mereka. "Penyumbang dana ini tidak perlu langsung ke lingkaran dalam Al-Qaeda," katanya.

Al-Qaeda selama ini sebetulnya berada dalam kondisi keuangan yang buruk. Jaringan teroris ini juga tengah berjuang untuk mempertahankan posisinya di dunia Arab di tengah-tengah aksi demonstrasi serta penggulingan kekuasaan sejumlah diktator oleh penduduk yang marah.

Di tengah kondisi tersebut, Al-Qaeda masih membutuhkan sumber keuangan tidak hanya untuk membiayai aksi penyerangan. Mereka membutuhkan dana untuk biaya operasi, menyuap pejabat, perjalanan, serta membiayai kebutuhan tempat perlindungan senilai US$1 juta bagi pemimpinnya di kawasan Pakistan.

Saat ini, jaringan teroris Al-Qaeda telah mengubah model bisnisnya setelah pemerintah Amerika Serikat dan sekutunya menyetop upaya pihak luar untuk menyuntikkan dana bagi Al-Qaeda melalui sistem keuangan. Selain itu, pasukan sekutu juga telah membunuh sejumlah sumber dana Al-Qaeda seperti Mustafa Al Yazid serta Abdul Gani.

Al-Qaeda kini hanya bisa menggunakan sistem keuangan yang tersentralisasi dengan bergantung pada sejumlah afiliasinya di seluruh dunia untuk mengumpulkan dana sendiri, melakukan operasinya sendiri, bahkan mengembalikan uang ke markas Al-Qaeda.

'Waralaba' Al-Qaeda seperti terdapat di Yaman dan Afrika bagian utara, yang kini mengorganisasi kejahatan seperti penculikan, kini telah berjalan sendiri-sendiri. Jaringan dan mitra operasi Al-Qaeda ini beroperasi di negara yang stabilitasnya tidak menentu, yang sebelumnya menjadi lokasi untuk merekrut anggota baru serta pendanaan.

Bisnis MahalPersoalan keuangan bagi Al-Qaeda bukan lagi rahasia umum. Terorisme adalah 'bisnis' yang mahal. Bahkan, teroris tersohor lainnya, Baader Meinhof dan Josef Stalin, terpaksa merampok bank untuk mendanai serangkaian aksi mereka.

Beberapa pendukungnya bahkan menempuh penggalangan dana ala Robin Hood. Namun, cara ini dinilai merusak citra revolusioner. Contohnya, teroris sekelas Carlos 'the Jackal' yang mengklaim memiliki dana tebusan US$30 juta untuk pendanaan teror secara pribadi.

Saat Osama bin Laden mengalihkan fokus aksi teror ke negara-negara Barat, ia membentuk jaringan penggalangan dana yang diperoleh dari amal hingga penjualan opium.

Namun, tidak adanya otoritas sentral yang kuat, sel-sel Al-Qaeda harus mencari sumber pendanaan mereka sendiri. Dalam banyak kasus, mereka tak jarang beralih mencari pendanaan melalui aksi kejahatan.
Sebuah kelompok di Afrika Utara, yakni Al-Qaeda di Islamic Maghreb menyelundupkan kokain dari Amerika Selatan ke Eropa melalui Afrika Utara. Afiliasi lain juga telah menjalankan penyelundupan narkotika melalui New York City.

Namun, transaksi heroin di Afghanistan tetap menjadi sumber pendapatan yang kuat, seperti halnya upaya penculikan. Beberapa unsur dalam kelompok teroris bahkan telah membahas kemungkinan untuk memindahkan pencarian dana melalui aksi pembajakan.

http://fokus.vivanews.com/news/read/218714-pendanaan-al-qaeda-pasca-osama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar