Jakarta (ANTARA News) - Hasil survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terbaru menyebutkan tingkat kepuasan publik atas kiprah politisi muda (politisi yang berusia di bawah 50 tahun) hanya 24,8 persen yang berarti publik (responden) merasa kecewa atas kinerja politisi muda saat ini.

"Sedang sisanya 75,2 persen publik (responden) tidak menjawab dan menyatakan tidak baik," kata peneliti LSI Adjie Alfaraby kepada pers di Jakarta, Minggu.

Adjie menjelaskan, dalam survei ditemukan bahwa publik yang menyatakan politisi muda lebih baik dari seniornya hanya 15,4 persen, sedangkan  publik yang menyatakan poltisi senior (usia di atas 50 tahun) lebih baik sebanyak 23,8 persen, dan yang menyatakan politisi muda dan politisi senior sama saja 37,6 persen.

Survei LSI dilakukan pada 5-10 September 2011, menggunakan metode kuantitatif  multistage random sampling, berupa wawancara dan tatap muka responden dengan kuesioner, jumlah responden 1.200 orang dari 33 provinsi, serta tingkat kesalahan sekitar 2,9 persen. Survei juga menggunakan metode kualitif berupa depth interview, analisis media dan diskusi focus group.

Adjie menjelaskan, definisi politisi muda yakni anggota atau pengurus partai politik (parpol) atau ormas yang bercita-cita politik, terpilih menjadi pejabat publik melalui pilkada atau pemilu, serta usia mereka di bawah 50 tahun.

Dalam survei itu juga ditemukan bahwa responden yang menyatakan kiprah politisi muda sangat baik/baik yakni di desa sebanyak 26,5 persen dan di kota (21,2 persen); kaum laki-laki (22,7 persen) dan perempuan (26.8 persen); berpendidikan perguruan tinggi (19,7 persen) dan lulusan SMU, SMP dan SD (25.3 persen).

Menurut Adjie, berdasarkan riset kualitatif, ada empat alasan yang membuat publik kecewa atas politisi muda, yaitu pertama berita kasus korupsi yang diduga melanda para politisi muda setahun terakhir ini, seperti pemberitaan M Nazaruddin (33 tahun).

Kedua, kinerja politisi muda di puncak jabatan dinilai publik tidak istimewa bahkan bermasalah yang disinyalir terdapat sejumlah menteri yang usianya di bawah 50 tahun yang berasal dari sejumlah parpol. Ketiga, kinerja politisi muda yang menjadi pimpinan puncak partai politik juga dinilai publik tidak istimewa.

Keempat, besarnya harapan publik atas kiprah politisi muda yang mengakibatkan semakin mudah publik merasa kecewa.

Adjie menambahkan, publik sudah terlanjur diromantisasi kiprah politisi muda yang mengubah zamannya dalam sejarah Indonesia, seperti lahirnya Budi Utomo (1908) digerakkan oleh KH Dewantara (19 tahun), Tjipto Mangunkusumo (22) dan dr Soetomo (20).

Sumpah Pemuda 1928 juga digerakkan politisi muda, seperti Sugondo Djojopuspito (24), Muhammad Yamin (25) dan WR Soepratman (25). Kemerdekaan Indonesia dikomandoi politisi muda yaitu Soekarno (44 tahun) dan Mohamad Hatta (43) dan Sutan Sahrir (36).

Pasca kemerdekaan, perubahan rezim terjadi di tahun 1966 dari Orde Lama ke Orde Baru. Tahun 1998, kembali terjadi perubahan rezim dari Orde Baru ke Orde Reformasi. Dalam dua momen itu politisi dan aktivis muda melalui aneka himpunan gerkan mahasiswa dan pemuda kembali memainkan peranan sentral. (*)